02124 2200217 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100082001400122084002000136100001500156245003100171260004500202300002300247650001000270850002300280520157600303990002701879INLIS00000000001347320221014091111 a0010-0319000029ta221014 g 0 ind  a978-979-22-3045-1 a899.221 3 a899.221 3 ASM i0 aAsma Nadia1 aIstana Kedua /cAsma Nadia aJakarta :bGramedia Pustaka Utama,c2017 a248 hlm. ;c18 cm. aFIKSI aPerpusdakedirikota aMei Rose: "Aku telah merampas sesuatu yang paling berharga dari hidupnya. Dan sangat wajar jika perempuan ini datang dengan segunung lahar api. Hm... koreksi. Aku tidak merampas apa pun, aku hanya memaksanya berbagi." Arini: "Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki, kenapa cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?" Dongeng yang retak-retak. Peristiwa tragis dan e-mail aneh dari gadis bernama Bulan. Sementara seseorang berjuang melawan Tuhan, waktu dengan sabar menyusun keping-keping puzzle kehidupan yang terserak, lewat skenario yang menakjubkan. Para penulis perempuan seperti gumpalan burung yang jatuh dari udara, menyerbu kehidupan sastra Indonesia, memasuki milenium ketiga. Masing-masing dengan dunianya. Ada yang cerdas, radikal, bebas, bahkan lebih gila dari lelaki. Tetapi ada yang gaul, melankolis, puitis, komunikatif, santun, namun sesungguhnya memberontak. Arini berhenti berlari. Tak lagi berusaha menghindar dari luka, papar Asma Nadia mengakhiri kisahnya. Sebuah suara lirih yang menggelegar karena menunjukkan tekad yang menjadi wajah lain dari langkah perempuan Indonesia masa kini. (Putu Wijaya, seniman) "Dengan kepiawaiannya mengeksplorasi dunia kata, Asma Nadia memotret poligami dari semua sisi: sisi suami, sisi "korban"---dalam hal ini istri pertama---dan sisi perempuan pemilik Istana Kedua. Kisah yang sangat menyentuh dan membuat saya jadi ingin "mewajibkan" semua laki-laki membaca novel ini." (Dewie Sekar; penulis Zona @ Tsunami, Perang Bintang, dan Zona @ Last) a0041478/PU-KDR/HD/2019